Selasa, 28 Agustus 2012

To manurung ri Tamalaté

TOMANURUNG Di dalam lontara, tidak disebutkan To manurung ri Tamalaté sebagai seseorang yang ’turun dari langit’. Disebut sebagai to manurung oleh karena tidak diketahui dari mana asal usulnya, dan siapa ayah bundanya. Dalam bahasa lontara dinyatakan: ”nanikanamo to manurung ka taéna niassénngi kabattuanna”, maka disebutlah to manurung karena tidak diketahui dari mana asal kedatangannya. Ketika wilayah-wilayah yang dipimpin para gallarang di Gowa terus menerus berselisih, bahkan berperang satu dengan yang lain, dan ketika tiada aturan hukum yang ditaati oleh para gallarang dan rakyatnya, dan ketika berlaku hukum rimba ’yang kuat menelan yang lemah’ maka to manurung ditemukan pada suatu bukit di Tamalaté. Ia ditemukan setelah terjadinya peristiwa alam yang dahsyat. Dalam lontarak diceritakan bahwa orang-orang melihat ada cahaya terang yang bersinar dari suatu bukit. Ketika para gallarang bersama paccallaya disertai penduduk mendekati bukit tersebut, ternyata di bukit itu dilihat seorang putri, dari mana cahaya itu bersumber. Paccalaya dengan sigap berseru: ”Sombai karaénnu tu Gowa”, ’sembahlah rajamu, wahai orang Gowa’. Putri itulah yang disebut to manurung yang dirajakan di Gowa. Meskipun dalam lontarak tidak disebutkan bahwa to manurung berasal dari langit, tetapi secara lisan turun temurun diceritakan bahwa to manurung berasal dari ’langit’. Riwayat to manurung itupun menjadi suatu mitos, menjadi salah satu unsur dalam sistem kepercayaan orang Gowa, yang sekaligus menjadi unsur penting dalam pemberian legitimasi politik kekuasaan dan kewenangan to manurung dan turunannya untuk menjadi penguasa yang disembah (sombaya) di Gowa. Atas dasar kepercayaan sebagai ’turunan langit’ itu pulalah terbangun suatu sistem pelapisan sosial yang menempatkan to manurung dan turunannya pada lapisan teratas dari piramida pelapisan sosial itu. Seperti dikemukakan Mattulada, kedatangan to manurung dihajatkan guna mengakhiri konflik yang berkepanjangan, suatu rekayasa dan mitos politik penyelesaian konflik sekaligus membangun suatu dinasti, dengan pimpinan kekuasaan yang ’diciptakan dengan cara luar biasa dan cerdik’ (Mattulada, 1998a). Penyebaran kisah to manurung secara lisan sebagai ‘turunan langit’, pelembagaan benda-benda tertentu sebagai benda sakral yang disebut kalompoang (tanda kebesaran), penentuan berbagai properti simbolik bagi lapisan raja, karaéng dan turunan raja, anak karaéng serta penyelenggaraan berbagai ritus yang disakralkan, menjadi bagian yang sangat penting untuk membangun kepercayaan dan kepatuhan rakyat kepada to manurung dan turunannya. Akan tetapi yang lebih penting diperhatikan adalah kontrak politik yang menyertai mitos itu. Sesungguhnya substansi utama mitos to manurung terletak pada kontrak politik itu. Kontrak politik yang terjadi sekitar abad ke-13 atau kurang lebih 800 tahun yang lalu itu sendiri merupakan sesuatu yang luar biasa. Peristiwa kontrak politik itu terjadi mendahului teori-teori Thomas Hobbes dan Montesque abad ke-18 yang berbicara tentang kontrak sosial. ‘Ciptaan luar biasa dan cerdik’ yang berupa mitos to manurung tersebut memungkinkan substansi utama yang hendak dikemukakan lebih dapat berterima oleh rakyat dan warga kerajaan Gowa. Metode penyampaian yang digunakan dan pemikiran yang terkandung dalam kontrak politik itu tetap merupakan suatu penanda tingkat kemampuan berpikir dan kecerdasan orang Gowa masa itu. Sesuatu peninggalan budaya yang membanggakan. TOMANURUNG TANAH LUWU Sebahagian orang kadang mengungkapkan bahwa, To Manurung sering diartikan sebagai turunan dari kayangan dan ditakdirkan untuk memerintah manusia dimuka bumi. Tidak sedikit orang mengungkapkan bahwa To Manurung itu bukanlah manusia sejarah, atau hanya merupakan mitos belaka, akan tetapi penulis lontara dan para petutur di zaman luwu purba di Wotu ketika itu masih terletak disekitar ussu dan bilassa lamoa (kebun dewata) mengungkapkan bahwa raja pertama disebut To Manurung, hal ini disebabkan oleh karena tidak diketahui darimana kedatangannya demikian pula menghilangnya. Jadi sebenarnya oleh masyarakatnya dia dianggap sebagai manusia surgawi atau wija polamoa (berbeda dengan tradisi-tradisi jawa) tetapi diakui sebagai orang yang datang dan mempunyai kepintaran dan keahlian. Seorang To Manurung (orang Asing) kadang diangkat sebagai raja (belum tentu raja pertama) oleh karena beberapa alasan antara lain: a. Mungkin sebagai daerah bawahan dari suatu kerajaan yang lebih besar. b. Karena kehebatan dari pribadi sang pendatang. c. Karena alasan politik untuk mempersatukan wilayah. Dapat disimpulkan bahwa nama ToManurung adalah sebenarnya gelaran yang diberikan kemudian oleh turunan dan masyarakatmya pada seorang tokoh sejarah dari suatu kerajaan yang kadangkala di mitoskan sebagai turunan dari kayangan. Pada umumnya orang sulawesi utamanya orang Luwu mempunyai silsilah baik tertulis maupun tidak yang dihapalkan secara turun temurun.Biasanya pada pertemuan-pertemuan keluarga atau antar keluarga, unpamanya dalam peristiwa peminangan atau pesta-pesta, ungkapan silsilah saling dicocokan kembali oleh para pengatur masyarakat atau para ahli silsilah. Dengan cara-cara ini kebenaran silsilah dapat dipertahankan. Disamping itu silsilah-silsilah masih terdapat cerita-cerita rakyat yang disebut Sinrilli atau Tolo. Kedua duanya adalah cerita-cerita kepahlawanan dan peperangan yang pernah terjadi. Sinrilli dan Tolo adalah cerita fakta manusiawi yang bebas dari campur tangan tokoh-tokoh kayangan. TEMPAT TO MANURUNG TANAH LUWU Dari cerita tentang To Manurung, bagi masyarakat Sulawesi Selatan dan Tenggara telah banyak ditulis, baik penulis penulis sejarah dalam negeri naupun luar negeri utama nya Belanda, dan terakhir sastrawan negeri jiran Arenawati yaitu “ Silsilah Kerajaan Bugis dan Melayu” dimana disebutkan, raja raja nusantara dan semenanjung berasal dari Luwu Sulawesi Selatan yaitu keturunan dari La Maddusala (ejaan malayu La Maddusalat) antara lain hampir seluruh kerajaan disemananjung Malaysia dan Nusantara. Sebagaimana umumnya orang mengeketahui bahwa kedatuan Luwu atau kerajaan Luwu memiliki sejarah yang sangat panjang, luas wilayah, sisten pemerintahan,asal muasal darimana berasal pangkal awalnya sang tokoh (To Manurung) masih terjadi perdebatan panjang dan tidak pernah selesai. Nomenklatur “Luwu” atau Luwuq belum ada kesepakatan, tetapi secara pasti oleh orang Wotu tempat muasal sang tokoh menyebut Luwu sebagai Luwo yang berasal dari kata “LU” yang berarti sangat luas hal ini dapat dibuktikan bahwa luas wilayah Luwu purba memang sangat luas, terdampar hampir seluruh daratan sulawesi. Suatu hal yang sulit terbantahkan dan hampir telah menjadi kesepakatan bahwa To Manurung Tanah Luwu adalah Sawerigading. Orang Luwu percaya ia turun kedunia dianggap membawa rahmat bagi keselamatan kemakmuran dan kesejahteraan. Hanya kadang sangat disayangkan dan sering terjadi silang pendapat utamanya para etnis yang ada di Luwu ada yang terang terangan mengklaim bahwa dirinya atau clennya yang yang pewaris luwu atau wija sawerigading sementara yang lain adalah tidak sehingga kelompoknya yang berhak berbicara tentang Luwu dan kelompok lain tidak utamanya tentang adat istiadat., padahal bila kita mau mengkajinya secara obyektif mereka semua keturunan atau wija asselinna Luwu, tidak ada yang dapat mengklaim kelompoknya yang wija to Luwu asli karena yang membedakannya adalah fase atau waktu saja, hal ini dapat dilihat dari sudut dimana dan kapan Ware (pusat penerintahan kerajaan Luwu berpusat) dalan catatan sejarah dapat memberikan kepada kita gambaran masa dimana Ware Pertama sampai Ware Kelima., 1. Ware Pertama. Dimulai pada akhir abad ke IX dan memasuki abad keX masehi sampai pada abad ke XIII, dikenal sebagai fase Luwu purba berlangsung kurang lebih 300 tahun lamanya. Pusat kerajaan (Ware) masih di sekitar Wotu lama sampai runtuhnya kerajaan luwu pertama, Wotu lama sebagian pindah Wotu sekarang, sebagian pindah atau hijrah orang Wotu menyebutmya cerrea (orang bugis menyebutnya cerekang) dan sebagian menetap disekitar lampia. Kota Malili belum dikenal karena nanti disekitar abad ke XIII barulah ada yaitu pada saat datangnya orang bugis diLuwu.Sebagian penduduk masih menetap dan sebagian lagi mengikuti Datu atau Raja Luwu Anakaji. 2. Ware Kedua. Dimulai pada abad ke XIV masehi ware (pusat penerintahan) berada di Mancapai , dekat Lelewaru diselatan Danau Towuti pada masa pemerintahan Raja Anakaji. 3. Ware Ketiga Dimulai disekitar abad ke XV Masehi. Ware (pusat kerajaan) berada di Kamanre, ditepi Sungai Noling sekitar 50 km selatan Kota Palopo Rajanya dikenal; sebagai Dewaraja. 4. Ware Keempat Dimulai pada abad ke XVI Masehi pusat kedatuan Luwu (ware) di pindahkan ke Pao, di Pattimang Malangke dan disini peristiwa besar tercatat yaitu masuknya agama Islam di tanah Luwu. 5. Ware Kelima Dimulai ketika memasuki abad ke XVII Malangke menjadi surut sehingga Ware berpindah ke Palopo sampai dengan sekarang. Jika kita menyimak catatan perjalanan ware diatas, maka tidak ada satu kelompokpun yang dapat mengklaim dirinya sebagai peduduk asli Luwu dan berhak menyebut alenami tomatase”na Luwu karena semua suku bangsa berdasarkan adat Luwu adalah penduduk asli Luwu dan berkewajiban mematuhi siapapun yang menjadi Datu ri Luwu. Orang Wotu termasuk Pamona,To padoe (mori) dan Tolaki tidak bisa dipungkiri sebagai penduduk luwu purba abad X, tidak bisa juga mengklaim bahwa dialah penduduk asli Luwu. Walaupun diakui bahwa mereka adalah pewaris Macoa.Orang Palopo dan sekitarnya tidak dapat juga mengklaim bahwa hanya merekalah peduduk asli Luwu walaupun mereka memangku jabatan adat pada masa ware terakhir sampai sekarang, disisilain tidak dapat pula dikesampingkan peran pada masa ware kedua,ketiga dan keempat, semua memiliki peran yang sama, hanya waktulah yang membedakannya.semuanya keturunan para tomanurung CERITA LAIN TENTANG SEJARAH TOMANURUNG To Manurung (manusia yang berasal dari langit) dalam riwayat kuno dipercaya sebagai asal-usul raja-raja di Sulawesi Selatan. Dalam sejarahnya, konon ada tiga kali “pendaratan” To Manurung di jazirah Sulawesi. To Manurung pertama adalah seorang lelaki perkasa bernama Tomboro Langi yang mendarat di puncak Gunung Latimojong. Ia memproklamirkan dirinya sebagai utusan langit untuk memerintah ummat manusia. Tomboro Langi lalu menikah dengan Tande Bilik, seorang dewi yang muncul dari busa air Sungai Sa’dang. Putra sulung mereka Sandaboro memperanakkan La Kipadada yang membangun 3 kerajaan besar yaitu; Rangkong (Toraja), Luwu & Gowa. Setelah itu dunia dilanda kekacauan, maka diturunkanlah To Manurung kedua. To Manurung kedua yaitu Batara Guru yang kemudian kawin dengan We Nyilitimo dan melahirkan Batara Lattu. Batara Lattu kawin dengan We Opu Sengngeng putri dari Masyrik yang melahirkan Sawerigading. Sawerigading mendirikan kerajan Luwu yang dibawahnya terdiri dari kerajaan merdeka & berdaulat seperti Kerajaan Toraja, Bone, Gowa, Ternate, Palu. Fase Sawerigading mengalami kemunduran, sampai tak ada raja lagi yang memerintah di bumi maka diturunkanlah generasi To Manurung ketiga. To Manurung ketiga terdiri dari beberapa orang dan mendarat di beberapa tempat. To Manurung di Luwu yaitu Sempurusiang yang kawin dengan Pattiajala. To Manurung di Bone bernama Mata SilompoE, kawin dengan To Manurung perempuan dari Toro. To Manurung di Gowa kawin dengan Karaeng Bayo. To Manurung di Bacukiki memepristrikan To Manurung di Lawaramparang. Anak cucu turunan To Manurung itulah yang kemudian scara turun temurun menjadi Raja yang memerintah dimasing-masing kerajaan yang ada di jazirah Sulawesi. SIFAT YANG DIMILIKI TOMANURNG 1. To Manurung tidak dikubur apabila ia meninggal, sebab tubuhnya menghilang tinggal pakaian dan kerisnya. 2. To Manurung dapat tiba – tiba berada berada di samping kita tanpa kita rasakan. 3. To Manurung mempunyai nilai – nilai kemanusiaan yang mendalam atau menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan. 4. To Manurung memiliki jiwa seorang pemimpin dan sangat bijaksana, dapat menolong masyarakat dan membimbingnya. 5. To Manurung luas pengetahuannya, soleh, berbakti, dan menyembah Tuhan Tang Maha Esa. Karena To Manurung memiliki sifat - sifat separti diatas maka masyarakat Sulawesi Selatan keturunan To Manurung Wija Tau Deceng ( keturunan orang baik ) dan untuk mengetahui mereka, di depan nama mereka disebut panggilan PUANG, DATU, KARAENG, MARADIA, ANDI dan lain – lain oleh masyarakat Sulawesi Selatan.   Kesimpulan : To Manurung adalah Seorang Raja yang berasal dari kerajaan bonting langiq (Kerajaan Langit) turun ke bumi untuk memegang tahta di bumi. Yah itulah kepercayaan Masyarakat Sulawesi Selatan dan Masyarakat Bugis pada Khususnya. Masyarakat Bugis sendiri mempercayai bahwa ada dua periode Manurung. Yakni Episode pertama episode I La Galigo, turunnya Batara Guru ke bumi menjadi penguasa episode ke dua yakni episode lontaraq diceritakan dalam lontaraq Tujuh Generasi dari To Manurung Pertama semuanya kembali ke Bonti Langiq Dan Boriq Liu. Setelah itu dunia menjadi kacau balau dan turunlah To Manurung Periode kedua di beberapa daerah antara lain. Bone, Soppeng, Gowa, Luwuq, Barru, Wajo, Toraja. Semua To Manurung tersebut turun dengan perlengkapan kerajaannya masing-masing untuk digunakan di bumi seperti kerajaan, payung, senjata, bendera dan lain-lain. Disamping To Manurung ada juga yang disebut sebagai To Tompoq yakni keturunan Dewa yang berasal dari kerajaan Buriq liu (Kerajaan DI Bawah Laut) para To Manurung di sapa dengan dewatae sedangkan To Tompoq disapa dengan Sangngiang To Manurung dan To Tompoq lah yang menjadi cikal bakal Raja-raja di semua kerajaan Sulawesi selatan. Hampir semua Lontaraq menceritakan tentang dewa-dewa dari kedua tempat tersebut yang di yakini sebagai leluhur Raja-Raja si Pemengang Lontaraq.

Minggu, 11 Maret 2012

HABIBIE'S ENGLISH LEARNING

"hi....everybody????how are you today?? are you okay?i hope so... are you happy? i hope so.." pasti kata-kata ini sudah tidak asing lagi bagi kalian semua yang sering browsing or watching youtube...yah..these words belong to Mr. Duncan ?? siapakah dia?? dia itu salah satu guru bahasa inggris terbaik yang tinggal di England dan youtube merupakan salah satu wadah baginya untuk berbagi pengetahuan tentang bahasa inggris.
banyak orang yang berkata bahwa jika seseorang ingin pandai berbahasa inggris maka harus memorize banyak vocabulary..is it true?? no, itu sama sekali tidak benar...why is that? karena because tidak pernah never...heheh no, iit was a joke...itu karena walaupun kalian punya vocabulary yang banyak but kalian jarang watching or listening in english pastinya all the vocabulary are useless,benar kan??pastinya...benarr :D

so.....what's the solution?? here is the video you may download : ASK MISTERDUNCAN 1 , ASK MISTERDUNCAN 2, ASK MISTERDUNCAN 3





selebihnya bisa di download sendiri di sini dan untuk mendownload dengan cepat gunakan IDM ( internet download manager ) bagi yang belum punya bisa di download di sini

HABIBIE'S CHATTING ROOM


Sabtu, 10 Maret 2012

AL-QUR'AN ONLINE

Habibie's Game Online


Play free games at Kongregate
Play More Games at DailyFreeGames.com

TV ONLINE

ENGLISH BATTLE 2012 at UNM

The University Of Makassar, UNM for short had been celebrated the prestigious competition, it's so-called 'English Battle' on the theme of " UNITY and HARMONY ". There were five items who had being joined by the all participants, they were Writing Competition, Story Telling, Debate Competition, Speech Competition, and Spelling Bee.

here is...... THE DEBATE FINAL OF ENGLISH BATTLE 2012 !!!!


Jumat, 09 Maret 2012

siapa salah?? "TATE' "

ada yang aneh dikalangan siswa-siswi angkatan 3 smada, kata " siapa salah?? TATE' " sudah meraja lelah dan bahkan hampir setiap hari diungkapkan oleh mereka semua. Setiap kali mereka bercanda pasti kata " siapa salah?? TATE' " disisipkan masuk ke percakapannya. kata "siapa salah?? TATE' " sudah menjadi lelucon yang sangat famous bagi mereka. apa latar belakang munculnya kata "siapa salah??TATE' " dikalangan siswa-siswi angk. 3 smada?? inilah penyebabnya, Alam firdausi "itu i panji sama i adnan maing-maingngi waktu bimbel biologi,sibilang-bilangi ceritanya....truss bilangmi panji 'siapa salah??TATE'...dari situmi pertama keluar itu kata kemudian merambami ke kelas lain bede'...terkenalmi tawwa Tate'... "
siapakah Tate' itu??? Tate' merupakan anak cerdas dari kelas X aljabar, anak yang bernama lengkap MUHAMMAD MAULANA DAENG RATE' ini sangat terampil di bidangnya, ia tak menyangka bahwa ia dapat terkenal seperti sekarang ini.. "bersyukur ka' sama ini kata2 karena terkenalka gara2 itu gang..." kata Tate'.
itulah sekilas tentang hal menarik dari kami....bagi yang ingin meng-implement kata ini....DIPERBOLEHKAN byeee... :D

Rabu, 07 Maret 2012

cucuru bayao (tello)


             cucuru bayao (tello)

Indonesia is a country which has a beautiful location,lots of traditional foods,and of course consist of many ethnics.Indonesia is separated into 34 provinces and Each provinces have their own culture in which to show the caracteristics of such provinces each.Nowdays,Indonesia is a country that still use some traditional cultures.for instance,in south Sulawesi that it is one of province of Indonesia and more precisely in Pangkep regency there is a wedding party that is held by Buginese ethnic in particular.Talking about Buginese’s wedding party,it is very  interesting party and for more detail such party has a meaning in itself toward buginese people.In that wedding party consist of any traditional activities such asMappacci and Mappasiewa ada.
In much more depth,like the other wedding party in commonly,it has a lot of equipments but the difference is every equipment has a beautiful meaning toward the bride and the bridegroom.What are those equipments?you surely wanna know them,unfortunately in this book only one of them is going to be described as detail as possible,it is Cucuru Bayao that is one of cake is in such party.Obviously,there still are many cakes like the other party in commonly but this book only focuses describe about Cucuru Bayao.The reason why this book is only describing about Cucuru Bayao is simply one,it’s because you’ll only find the original Cucuru Bayao in Buginese’s wedding party not in another parties and of course not at another place.The point is Pangkep regency and Buginese’s wedding party are the right place to find the originalCucuru Bayao.
As this book explained above Cucuru Bayao has a meaning in itself especially toward buginese ethnic.Actually,such meaning is taken from every part of Cucuru bayao itself.Cucuru bayao formed chircle,it is golden,and is very sweet taste.It is maken so on purpose in order to distinguish among buginese ethnic and another ethnics.Now firstly lets take a good look at the way it’s formed,why does it must be circle?the answer is Buginese ethnic has been expecting that circle is symbolized as an unity of Buginese ethnic itself that is never ever be apart.Secondly,lets take a good look at it’s colour,does it must be golden? The answer is “yes,it must be so”,if it’s not it can’t be called Cucuru Bayao.The golden of it is symbolized as the sun,because the sun symbolizes prosperity and safety.The last lets take a good look at it’s taste,why does it must be sweet?in order to make a sweet taste then Cucuru Bayao is given much sugar.So the answer of such question is sweet taste symbolizes how beautiful and sweet buginese ethnic is.
From all of the statements above,there are many evidences can prove Cucuru Bayao as the typical cake of buginese ethnic,in Pangkep regency.So,needless to say cucuru bayao is truly typical or traditional cake of buginese ethnic who live in Pangkep regency.

The tradition of Ma'bissu

Bissu
Bissu is one of the five genders of the Bugis, Sulawesi Selatan, an Indonesian ethnic group. There are divergent theories regarding the definitive origins and meaning of "gender transcendent", as the bissu are commonly called.
To be considered bissu, all aspects of gender must be combined to form a whole. This can include those who are born hermaphroditic as well as other cases. Being bissu does not necessarily mean one does not possess fully functioning sexual organs appropriate to the person's gender or male or female.
The unusual inter-sexual role of the bissu is not exclusively connected to anatomy, but to their point in the Bugis culture, their gender-less (or all all-encompassing gender) identity and their exhibit of many types that can not be accurately allocated to any one sex.
This can be observed in the bissu’s attire. The bissu dresses in a type of garment that is not worn by any other sex and which incorporates both "female" and “male” qualities, which explains why bissu cannot be termed transvestites or cross-dressers, as they are only permitted to wear the garment which is appropriate for their given gender caste.
The bissu are typically sought advice from when a particular approval from the powers of the batin world is required. This may, for example, be the situation when a Bugis person is departing Sulawesi for the Hajj, the compulsory pilgrimage to Makkah. In that situation the bissu will permit an excellent djinn to seize zir and to proceed as an emissary of the batin.
This is not in keeping with traditional Islam, but it has been endure by the regional Muslim establishment, on condition that it does not comprise any act that is evidently in opposition to the Sharia. In this exceptional case, it means that the spirit and the Bissu's powers should not be measured as in any way autonomous from Allah’s power, because he is the only one who is to be venerated.
In daily social life, the bissu, along with the ''calabai'' and the ''calalai'', are authorized to enter the women’s parts of the dwellings and villages in addition to the men's.
Calabai
Calabai is one of the five genders (if you include bissu), of the Bugis. According to the Bugis gender system, a calabai is a 'false woman'. So, to be a calabai, the person would be a biological man, but, in every other aspect, a woman. However, not being a woman, they do not consider themselves so, and neither do others. Nor do they want to become women. But they are not men either, and have created a special place for themselves within Bugis society.
"If there is to be a wedding in Bugis society, more often than not calabai will be involved in the organization. When a wedding date has been agreed upon, the family will approach a calabai and negotiate a wedding plan. The calabai will be responsible for many things: setting up and decorating the tent, arranging the bridal chairs, bridal gown, costumes for the groom and the entire wedding party (numbering up to twenty-five), makeup for all those involved, and all the food. Rarely did I attend a village wedding with less than a thousand guests. On the day, some calabai remain in the kitchen preparing food while others form part of the reception, showing guests to their seats." Said Sharyn Graham
Calalai
Calalai is a term in the gender system of the Bugis. It denotes a masculine female or a "false man": a person with the anatomy of a woman but with the sexuality, roles, occupations, and habits of a man. As they do not want to be an actual male, and are not considered to be a male by themselves or others, they have been given a separate designation.